Hubungan Antara Agama dengan IPTEK

Rabu, 22 September 2010


Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a) berseberangan atau bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai, (c) tidak bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
    Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.  Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya.  Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan.  Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia.  Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei.  Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan.  Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat.
    Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.  Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan.  Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat.
    Pola ke tiga adalah pola hubungan netral.  Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi.  Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali.  Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler.  Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan.  Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.
    Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.  Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler.  Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung  pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.  
    Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama akan mendukung pengembangan iptek walau pengembangan iptek tidak akan mendorong orang untuk mendalami ajaran agama.  Sebaliknya, dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak  sebaliknya terjadi.  Pada wujud ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk lebih mendalami dan menghayati ajaran agama dan pendalaman serta penghayatan ajaran agama akan mendorong orang untuk mengembangkan iptek.
    Pertanyaan selanjutnya adalah "pola hubungan yang manakah yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia terjadi di negara kita ini?"  Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu melihat kembali GBHN sebagai cermin keinginan bangsa Indonesia tentang apa yang mereka harapkan terjadi di Indonesia dalam masa 5 atau 25 tahun mendatang.
    Kalau kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan iptek dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ke tiga, pola hubungan netral.  Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di muka, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.  Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.  Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung.  Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Tak ada satu kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek.  Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek.
    Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda.  Salah satu asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berarti
    "... bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila" (Bab II, C. 1.)

0 komentar:

Posting Komentar